Para Gopi disebut2 sebagai reinkarnasi para pertapa yang telah mencapai suatu tingkat kesadaran tertentu, tetapi belum mencicipi manisnya kasih. Mereka lahir kembali untuk menyelesaikan "skripsi". Untuk mengikuti "semester terakhir". Sungguh beruntung mereka, karena Krishna menjadi dosen pembimbing mereka
Pada suatu hari, para Gopi melihat seekor anak sapi tergeletak di tepi sungai Yamuna. Ternyata sudah tidak bernyawa. mereka kasihan : "Krishna, biarlah dia hidup kembali."
Krishna menanggapi mereka, "Dia sudah mati. Bagaimana bisa dihidupkan kembali?"
"Apa susahnya bagimu, Krishna? Kita pernah melihatmu mengangkat bukit Govardhana dengan jari kelingkingmu. Sekian banyak mukjizat yang terjadi setiap saat. Apa selitnya menghidupkan kembali seekor anak sapi?"
Para Gopi mendesak Krishna, "Ayuk Krishna, hidupkan anak sapi ini."
"Baiklah, bila kalian mendesak, anak sapi ini akan kuhidupkan kembali, tetapi ... dengan syarat."
"Apa syaratnya, Krishna?" tanya mereka.
"Salah seorang diantara kalian harus mengungkapkan isi hatinya dengan jujur. Dia harus menjawab pertanyaanku."
Apa lagi, Krishna, pertanyaan apa lagi yang harus kami jawab?"
"What do you desire the most? Apa yang kalian inginkan ? Jawaban tepat dan jujur akan menghidupkan kembali anak sapi ini."
Satu per satu, mereka maju ke depan untuk menjawab pertanyaan Krishna. Dan jawaban mereka hampir sama, "Aku menginginkan kamu, Krishna." Anak sapi tetap tidak bernyawa. Tidak hidup kembali.
Maka seorang Gopi memberanikan diri : "Krishna, yang terbayang saat ini adalah perhiasan leher milik tetanggaku. Mungkin itu yang kuinginkan."
Memang tidak terjadi sesuatu pun pada anak sapi, tetapi yang lain makin berani, makin jujur : "Atap rumahku bocor. Yang terpikir saat ini adalah perbaikan atap rumah. Aku membutuhkan seorang tukang, Krishna."
Krishna tersenyum, "Ternyata keinginan kalian beragam. Tidak seragam. Aneh, anak sapi ini masih tidak hidup kembali. Mungkin kalian sudah cukup jujur, tetapi masih kurang tepat. "
Sisa tiga Gopi....
Savitri mengatakan : "Krishna aku mencintaimu. Dan aku tahu kamu pun mencintaiku. Lalu apa lagi yang harus kuinginkan?"
Anak sapi tetap tidak bergerak.
Radha berdiri persis di belakan Savitri. Gilirannya untuk menjawab, tetapi dia malah mendorong Janaki. Krishna melihat hal itu, "Tidak Radha, jangan mendesak Janaki. Kamu dulu...."
Jawaban Radha sungguh manis, "Krishna, biarlah wujudmu dan wujudku sirna. Kasih di antara kita tak akan punah. Itulah keyakinanku. Itu pula keinginanku."
Tetapi, anak sapi masih saja tergeletak tak bernyawa seperti semula.
Terakhir Janaki, "Setiap orang ingin bahagia. Kebahagiaan - itulah keinginan tunggal manusia."
Dan, anak sapi itu langsung hidup.
Radha marah .... sekaligus iri. Selama itu dia merasa dirinya sangat dekat dengan Krishna. Kesayangan
Krishna. "Jangan-jangan Janaki mengambil kedudukanku," pikir dia. Dia berusaha untuk menyembunyikan kekhawatirannya, tetapi tidsak bisa, "Krishna aku bingung......"
"Kenapa Radha. Kenapa bingung?"
"Jawaban Janaki tadi menghidupkan kembali anak sapi yang sudah mati.....Apa iya, keinginan tunggal setiap orang adalah kebahagiaan diri?"
Krishna mengajak Radha unutk merenungkan, "Ada yang menginginkan aku. Untuk apa? Karena aku membahagiakan dia. Kamu sendiri menginginkan wujudku dan wujudmu sirna. Kenapa? Karena kamu yakin bahwa cinta dia antara kita tak akan punah. Ada wujud atau tidak, tidak menjadi soal."
Radha diam, merasa tersanjung.
"Renungkan, Radha. Tidak adanya wujud ini tidak menjadi soal bagi siapa? Jelas bagimu saja. Bagaimana dengan para Gopi yang lain? Tahukah kamu isi hati mereka? Keinginan mereka? Yakinkah kamu bahwa mereka tidak menginginkan kedekatan dengan wujud ini?"
Radha diam, kini dia tahu ke arah mana pembicaraan itu akan berakhir
"Kamu tidak memikirkan mereka, Kamu hanya memikirkan diri sendiri. Karena kamu sudah bisa melampaui kesadaran jasmani, kamu menginginkan wujudku sirna bersama wujudmu. Bagaimana dengan mereka yang belum bisa melampaui kesadaran jasmani? Bagaimana dengan mereka yang masih membutuhkan wujudku yang satu ini?"
Radha baru menyadari kesalahannya. Dan ikut sadar bersama dia, para Gopi yang lain. Betul - yang dicari-cari dan diinginkan oleh setiap manusia adalah kebahagiaan diri. Dan, demi kebahagiaan diri, kita sering lupa memikirkan kebahagiaan orang lain.
Obyek pencarian kita tampak beragam. Ada yang mencari uang. Ada yang mencari jodoh. Ada yang mencari kedudukan. Ada yang mencari ketenaran. Tetapi, bila ditarik benang ke belakang, apa pun yang kita cari semata-mata untuk membahagiakan diri. Yang sedang mencari uang berpikir bahwa uang bisa membahagiakan dirinya. Yang sedang mencari jodoh berpikir bahwa jodoh dapat membahagiakan dirinya. Begitu pula dengan meraka yang sedang mencari kedudukan dan ketenaran.
Tetapi, apakah semua itu dapat membahagiakan manusia?
Jujur saja! Pertanyaan ini sulit dijawab. Katakan kepada seorang pengemis di perempatan jalan, "Percuma mengemis. Untuk apa? Uang tidak bisa membahagiakan dirimu. Lihat diriku, punya uang, punya tabungan, punya kendaraan dan rumah mewah, tetapi tetap saja tidak bahagia. Berhentilah engkau mengemis!"
Dia akan menertawakan anda, "Kamu tahu apa tentang kemelaratan? Kamu tahu apa tentang kemiskinan? Kamu tidak perlu menahan rasa lapar dan haus. kamu tidak dapat merasakan apa yang kurasakan. Tidak perlu menasihatiku. Kalau tidak mau memberi uang, ya sudah....Lanjutkan perjalananmu. Aku tidak butuh nasihat. Aku tidak butuh kesadaran dan pencerahan. Aku butuh makan."
Pengemis itu tidak akan pernah bisa memahami anda. Dia tidak bisa menerima dalil bahwa uang tidak bisa membahagiakan. Anda tahu kenapa? Karena dia belum memahami arti kebhagiaan. Dia belum membutuhkan kebahagiaan. Yang sedang dia kejar saat ini, sekadar kenyamanan.
Sekarang bertanya kembali pada diri sendiri, "Apa yang sedang kucari? Kenyamanan atau kebahagiaan?"
Bila kita sedang mencari kenyamanan, Narada Bhakti Sutra will make no sense to us. Kita bagaikan pengemis di perempatan jalan. Perut masih keroncongan, disuguhi kesadaran dan pencerahan.
Dunia ini penuh dengan para pengemis. Untuk apa kita berbuat baik? Untuk mengejar pahala, kata orang. Lalu untUk apa mengejar pahala? karena ingin menjadi warga Surga, katanya lagi. Kenapa ingin menjadi warga Surga? Karena Surga lebih nyaman. Jelas jiwa kita masih jiwa pengemis. Kita masih mengejar kenyamanan.
Kebutuhan kita akan seks dan cinta juga masih demi kenyamana hidup. Kenyamanan sesaat. Lapar, makan. Lapar lagi, makan lagi....Begitu terus. Kepuasan kita bersifat temporer - sementara.
Narada sedang mengajak kita unutk merasakan kebahagiaan sejati. DEngarkan sekali lagi : "Penemuan Kasih membuat manusia menyadari Kesempurnaan serta Keabadian Diri...(Dan oleh karenanya), dia menjadi puas. "
Kita harus membedakan kenyamanan dari kebahagiaan. Sandang, pangan, papan, seks, dan sebagainya, sekadar untuk menyamankan kita, dan tidak bisa membahagiakan kita. Tetapi, kenyamanan pun penting. Karena itu, tidak perlu meninggalkan semua itu. Cukup menyadari bahwa apa yang bisa menyamankan belum tentu bisa menyamankan.
Menurut Narada, yang bisa membahagiakan manusia hanya satu. Kasih, titik. Karena sifat kasih yang tak terbatas dan tak bersyarat itu, apa yang kita peroleh dari-Nya juga tidak terbatas dan tidak bersyarat. kasih adalah "sebab". "Akibat"- nya adalah kebhagiaan sejati. Akibat tidak bisa bersifat lain dari sebab.
Itulah sebabnya, kebhagiaan sejati yang diperoleh manusia sebagai "akibat" Kasih sungguh memuaskan dirinya. setelah memperoleh yang satu itu, dia tidak mengejar sesuatu yang lain, karena setelah memperoleh yang satu itu sesungguhnya dia memperoleh segala sesuatu.